Sarjana dalam pikiran mahasiswa adalah target akhir yang harus dicapai sebagai simbol awal keberhasilan dalam menggapai cita-cita. Itulah paradigma saya dan teman-teman mahasiswa kebanyakan. Sedangkan menurut kanda Bram (berprofesi sebagai lawyer) teman diskusi malam, kami didera sindrom masa depan, adalah sebuah penyakit sosial yang telah menjadi budaya, ditularkan tak disengaja secara turun temurun. Sindrome masa depan itu kuliah, selesai, PNS dan orang tua kita sebut sebagai berhasil. Menurut saya ada benarnya, karena bagi saya (masih mahasiswa), sindrome tersebut mengganggu konsentrasi belajar, membingkai kreativitas. Di satu sisi pula kita harus sadar bahwa anak adalah tanggung jawab orang tua yang mengharapkan kebaikan masa depan pada anak-anaknya. Maka penentuan tersebut beralasan baik untuk masa depan yang baik. Tapi adakah ruang untuk lebih berkreativitas setelah sarjana di dunia pekerjaan?
Sebagai generasi muda yang ingin tahu banyak dan bersemangat dalam segala experimen (utamanya dalam dunia akademik) menginginkan kebebasan dalam hal yang positif. Sebagai mahasiswa juga, kita harus sadar dimana batas-batas dalam menjalankan kehidupan bermahasiswa dan berakademik.
Sudahlah......itu hanya penyakit pikiran....mudah-mudahan bukan alasan pembenaran karena belum selesai. hehehe. Saya bukan orang pintar, tapi hanya sekedar menuntaskan pertanyaan-pertanyaan yang membatu dipikiran.
Sarjana yang dalam kamus besar bahasa indonesia berarti orang pandai (ahli ilmu pengetahuan) kadang hanya sekedar menjadi gagah-gagahan. Padahal menurut saya, tanggung jawabnya besar. Di masyarakat, pendidikan belum merata dan tanggung-jawab seorang sarjana adalah mengaplikasikan ilmunya tapi kenapa ketimpangan dalam negri ini masih sama?
Dengan menjadi diri sendiri, mudah-mudahan kita menjadi sarjana yang ideal dan bertanggung-jawab, paling tidak untuk diri sendiri, dan selanjutnya untuk orang-orang sekitar dan masyarakat.
'bukan aku,....tapi kita yang menguasai dirgantara Nusantara',
'mari sama-sama membangun bangsa'.
...
Kamis, 09 November 2017
Tulisan di atas adalah tulisan waktu masih mahasiswa, rasanya lucu juga membaca tulisan lama. Dan tulisan berikut adalah tulisan setelah mahasiswa dan terjun dalam dunia konstruksi.
Semakin pesatnya kemajuan teknologi informasi membuka ruang-ruang baru kreativitas kaum muda yang tidak terbiasa dengan lembaga-lembaga formal, salah satunya menjadi penulis lepas, pekerja konstruksi lepas. Hal yang baik pada pekerja lepas adalah selalu berusaha memperbaiki kualitas pekerjaan dengan profesionalitasnya serta meng-up date pengetahuan dan keterampilannya, karena menurut saya pekerja lepas layaknya seorang penjual tomat yang menjual tomat. Pekerja lepas juga seperti itu menjual jasa dengan menangandalkan skill dan profesinya. Kalau tomatnya tidak segar dan telah membusuk, orang-orang akan kecewa ketika membelinya.
Setelah memperoleh Sarjana Teknik, hari-hari kemudian rasanya semakin menantang. Langsung terjun dalam pekerjaan pelaksanaan di sebuah kontraktor swasta sebagai pelaksana lapangan, sebuah proyek beranggaran sedang 10 M lebih dengan 1 gedung utama 3 lantai, dan 5 bangunan pendukung lainnya dalam satu kawasan. Sebagai Pelaksana lapangan, saya juga sebagai administrasi teknik di kantor, ketika waktu sedang luang di kantor, saya hanya menghabiskan waktu di gudang membaca kontrak-kontrak pekerjaan lampau atau ngopi di dapur dan berbincang dengan karyawan lainnya, mendengar keluh kesah dan berbagai permasalahan rumah tangga yang kadang tumpah di dapur ini memberikan pelajaran bagi yang muda-muda ini. haha.
Sejak pertama kali terjun dalam dunia jasa konstruksi pada tahun 2012 hingga saat ini, banyak yang bisa dijadikan pelajaran untuk berbagi. Sebagai Pelaksana Lapangan yang stand by di lapangan dan Administrasi Teknik di kantor ( mengerjakan Penawaran Kontraktor, Laporan Kemajuan Pekerjaan, Laporan Akhir Pelaksanaan, Monthly Sertificate, dan sebagainya ), sebelum mati berdiri karena masuk pagi pulang pagi, kadang kami tidur di kantor, mana lagi urusan di pekerjaan lapangan yang kompleks maka saya resign seterusnya bekerja freelance pada beberapa konsultan perencanaan dan pengawasan.
Setelah target terpenuhi dengan bekerja setahun di kontraktor maka saya harus melangkah lagi ke konsultan yang bergerak dalam bidang perencanaan dan pengawasan konstruksi sesuai rencana awal ketika kuliah dulu. Pengalaman di kontrakor membuat saya lebih yakin mengambil peran freelance dalam bidang perencanaan, pengawasan, dan administrasi kontraktor. Dalam beberapa tahun terakhir saya pun telah mengerjakan sebagian besar pekerjaan konsultan dan administrasi kontraktor. Diantaranya mengerjakan penawaran kontraktor dari beberapa daerah dan provinsi lainnya, laporan-laporan akhir kontraktor (satu paket = laporan harian, mingguan, bulanan, laporan back up data, asbuilt drawing, laporan dokumentasi), mengerjakan CCO, Sertifikat MC, berkas PHO. Di konsultan mengerjakan penawaran konsultan, laporan-laporan akhir, invoice dan perencanaan penuh dalam skala kecil dan menengah.
Setelah target terpenuhi lagi, saya memilih membuat sebuah konsultan perencanaan dan pengawasan dua tahun lalu, tapi karena kekurangan dana, perusahaan sedang terhambat dan saya memutuskan memensiunkan dini diri sendiri. haha. Saya hanya menjalankan sebuah perusahaan konsultan yang waktu itu sama-sama dibuat dan menemukan tantangan baru lagi, yaitu berurusan dengan pajak perusahaan yang sama sekali tidak tahu menahu tentang hal ini.
Jayalah para pengabdi...!
Selanjutnya, lebih maju lagi. Insya Allah...!
No comments:
Post a Comment